Manusia dan Kecewa

by - Agustus 13, 2018



Malang, 13 Agustus 2018.

Malam ini tidak sedingin malam-malam kemarin. Namun, tidak juga hangat. Hambar. Sepi. Hanya ada aku dan seonggok rasa yang sulit diterjemahkan. Seperti sebuah ketakutan yang masih buram. Apakah ketakutan untuk rasa sepi dan sendiri di balik bilik kamar kos? Atau ketakutan untuk sebuah rasa yang lain? Entah. Seperti berlebihan ketika aku merengek kepada Tuhanku untuk menyudahi ketakutan ini, sedangkan banyak urusan yang lebih penting dari ini.

Jika boleh aku berasumsi, mungkinkah ini kecewa? Sebab yang kutahu, aku selalu ingin lari dari rasa kecewa. Jika benar ini kecewa, lalu dari mana datangnya rasa ini?

Jawabannya adalah manusia.
Manusia lain.
Atau bahkan manusia yang menuduh manusia lain.

Kalian tahu? Tidak satupun manusia di muka bumi ini yang ingin dikecewakan. Tanpa menyadarinya, terkadang kita sendiri yang menciptakan rasa kecewa itu. Berekspektasi terlalu tinggi. Kemudian merasa dihempaskan hingga patah tulang-belulang ketika angan tidak lagi dalam jangkauan. Manusia terkadang selemah itu.

Kemudian dari sana ia belajar. Perlahan ia melatih hati yang mudah rapuh. Berharap hatinya mampu menjadi hati yang kuat dan lebih kuat lagi. Namun, tidak sedikit yang melewati batas keampuhannya. Masih banyak kita dapati hati yang berdinding keras, tidak memiliki pintu dan jendela, sulit dimengerti. Kecewa yang mengenainya bak air keras yang pada akhirnya menyiram dan membuatnya menjadi kaku. Melihat dan terlihat, tapi tidak mampu merasa.

Lalu, apa yang kalian dapatkan dari serangkaian kata tanpa buih ini? Aku dan rasa kecewaku? Manusia yang menghakimi manusia lain atas kekecewaan yang dialaminya? Bukan. Pergilah jauh dari anggapan-anggapan itu. Kata-kata yang sengaja kususun ini semata-mata untuk membawa kalian meninggalkan gumpalan rasa kecewa yang mungkin masih mendekam di serat-serat hati. Kutahu ini tidak sepenuhnya berhasil. Aku hanya sekadar membagi solusi yang mungkin tidak solutif.

Tapi apa yang salah dari membiarkan hati untuk belajar dari hati yang lain?

Kupikir ini belum terlalu malam untuk menggiring sendu. Dan rasanya memang tidak perlu. Berbicara tentang luka tidak harus terluka bersama, kan? J

Selamat malam para pejuang apa yang patut diperjuangkan. Jika hari ini cukup melelahkan, ambillah rehatmu lebih awal. Jangan lupa berterima kasih kepada tubuh yang menuruti maumu hari ini. But first, kepada Dia yang membuat setiap detikmu masih berhitung hingga kini.



Dan kamu. Kamu hanya lelah. Aku tidak apa-apa.

You May Also Like

0 komentar