Kamu yang Sedang Berjuang dengan Skripsi

by - Oktober 10, 2018


Mojokerto, 10 Oktober 2018.

“...hingga diriku dan dirinya indah pada waktunya.” Kira-kira begitu lirik yang dilempar Spotify-ku saat kutulis kalimat ini. Halo, aku kembali lagi dengan tulisan yang agak sensitif. Tulisan yang telah ku pikirkan sejak lama dan malam ini mengepung pikiranku hingga susah tidur. Kutulis teruntuk kamu yang sedang berjuang dengan skripsi.

Jika boleh jujur, masa-masa skripsi adalah masa-masa yang melelahkan. Lelah pikiran dililit untaian kata. Lelah hati dipermainkan waktu. Masa-masa di mana aku ingin pulang ke rumah, tapi “jangan”. Iya, lebih baik jangan. Dia, skripsiku, sedikit/banyak akan terbengkalai. Kabar keluarga di rumah akan lebih baik diterima via telepon pada masa-masa ini.

Aku menulis ini bukan sebagai seseorang yang skripsinya sangat pantas untuk dibagikan. Bukan. Percayalah. Jika kamu ke sini untuk mendapatkan wawasan tentang penulisan skripsi yang bagus dan antirevisi, bukan di sini tempatnya. Ini hanyalah wawasan tentang beberapa hal yang mungkin akan kamu dapatkan di balik perjuanganmu dalam menyelesaikan skripsi.

Jadi, bagaimana kalau kita mulai sekarang?

Teman-temanku, adik-adikku. Di masa-masa ini, genggamlah sebuah bekal, yaitu “SABAR”. Targetmu tersusun dengan sistematis. Sangat indah untuk dibayangkan. Lulus dalam 3 bulan ke depan dan diwisuda satu atau dua minggu kemudian. Aku pun sempat mengalaminya. Berencana seindah mungkin, tapi pada akhirnya Allah yang berkehendak atas segala rencanaku.

Tidak semudah dan secepat itu. Maaf, jika aku harus melukai hatimu. Mematahkan semangatmu. Tapi inilah yang terjadi. Kita tidak dapat mengendalikan waktu dan segala peristiwa yang terjadi semau kita. Ada saatnya aku bertemu dengan keadaan di mana hati yang kuat telah lelah berharap, kecewa berat, tertekan halaman yang tak kunjung berkembang. Iya, aku pernah.

Hingga tibalah aku di sebuah waktu yang memposisikanku sebagai debu. Tidak ada apa-apanya tanpa siapa-siapa. Aku tidak semampu yang kukira. Berat rasanya untuk berjalan ke depan. Kemudian, ku putuskan untuk mundur beberapa jengkal, membawa diriku kembali kepada Sesuatu yang mampu membawaku berlari lebih kencang. Di sana, ku temukan Dia yang selalu menerimaku bagaimanapun aku. Dia yang selalu siap membantuku jika aku mau. Perlahan aku mulai menyadari bahwa dunia memang ladangnya kecewa. Bersama-Nya, lelah dan kecewaku menjelma menjadi sebuah pelajaran baru, mengingatkan kepada kesabaran yang tertinggal di belakang. Lalu, kuambil “sabarku” itu dan ku jadikan sebagai bekal.

Beberapa kalimat sebelumnya, mungkin baru kamu membacanya beberapa menit yang lalu. Di mana aku yang bukan siapa-siapa ini berani mematahkan semangatmu. Coba kembalilah ke kalimat-kalimat yang menyakitkan itu. Bungkuslah ke dalam sebuah kertas putih. Genggam dengan sekuat tenaga, kemudian lempar sekeras-kerasnya ke arahku. Selamat! Kamu baru saja membuktikan bahwa kamu tidak setuju dan tidak ingin sepertiku. Inilah tujuanku. Berusaha menyelamatkanmu dari zona kecewa.

Selepas dari sana, hari-hariku dipenuhi dengan hal-hal yang tak terduga. Terkesan ajaib. Berawal dari aku meminta sebuah kemudahan dari Sang Pemilik. Ia membagi kemudahan-Nya dengan begitu indah dan di luar dugaan. Dalam kondisi terjepit pun, aku terselamatkan dengan seruan-Nya. Kamu boleh tidak percaya. Tapi aku berkali-kali mengalaminya. Kamu pun juga sangat mungkin untuk mengalaminya. Sangat mudah. Hanya dengan meminta.

Sikap bersiap untuk segala kemungkinan kondisi adalah sebuah keharusan. Bedanya, kini kamu harus berpikir positif bahwa ada hikmah di balik ketidakinginan yang terjadi. Dengan begitu, setiap proses akan memiliki makna dan selalu diingat. Semuanya akan indah pada waktunya, jika kita mau berusaha dan berdo’a. Hasil yang sesuai dengan usaha dan do’a juga memerlukan waktu yang tepat. Bersahabatlah dengan waktu. Bersama waktu, kesabaranmu akan membuahkan hasil. InsyaaAllah.

Semangat ya! Mari berjuang bersama-sama!

You May Also Like

0 komentar